Kehidupan Pesantren Al Musri'
"mohon maaf apabila sajian informasinya masih ada kekurangan, dengan senanghati tim redaksi menerima informasi tambahan terkaitan dengan informasi di bawah ini, red."
TAK jauh dari Kecamatan Ciranjang, Kab. Cianjur, berdiri satu pondok pesantren, yaitu Pondok Pesantren Al Musri. Meski Al Musri adalah pesantren salafiyah yang memfokuskan diri pada pembelajaran kitab kuning, dalam penyelenggaraannya juga menerapkan sistem modern. Tingkatan pendidikan yang ada: ibtida’iyah, tsanawiyah, aliyah, ma’had aly dan dirasatul ulya. Selain itu, pondok pesantren dengan kerjasama dengan Depag dan Diknas menyelenggarakan program pendidikan kesetaraan paket B dan C, yang diperuntukan bagi santri dan masyarakat sekitar. Keterlibatan pesantren dalam program ini menunjukan keterbukaan untuk menerima ide-ide progresif. Hal ini tidak hanya terjadi dalam pendidikan, tetapi dalam berbagai aspek kehdupan yang merupakan kosekuensi positif dari globalisasi. Sebagai contoh, keterlibatan pesantren dalam politik, pendirian kopontren sebagai penunjang ekonomi, dan keterlibatan pesantren dalam upaya menjaga harmoni kehidupan antarumat beragama.
PP Al Musri sendiri berlokasi di Kecamatan Ciranjang, yang dilintasi oleh jalan raya Bandung, yang merupakan jalan raya provinsi. Sehingga tidak heran apabila di sepanjang pinggiran jalan raya Ciranjang banyak terdapat warung-warung makan atau restoran tempat beristirahat bus-bus jurusan Parahyangan. Selain itu, sawah-sawah yang menjadi sumber penghidupan mayoritas masyarakat Cianjur juga menjadi pemandangan yang jamak. Tepatnya di desa Kerta Jaya, Al Musri berada. Letaknya berbatasan dengan Desa Sindang Jaya, di sebelah timur; Desa Karang Wangi di sebelah selatan dan Kabupaten Bandung di sebelah utara. Karena berada tepat di perbatasan antara desa Kerta Jaya dan Sindang Jaya, terkadang seringkali orang yang baru berkunjung keliru mengira bahwa PP Al Musri terletak di Desa Sindang Jaya. Jarak Kantor Desa Kerta Jaya 1 km dari PP Miftahul Huda Al Musri. Desa Kerta Jaya bukanlah desa terpencil yang sulit diakses. Hanya dengan Rp 2500,- angkutan kota dari pasar Ciranjang akan mengantar sampai ke depan PP Miftahul Huda Al Musri.
Pesantren Al Musri adalah pesantren salafiyah yang juga melaksanakan program pendidikan kesetaraan Wajardikdas dan Paket B dan C. Selain itu, akses ke pesantren tidaklah sulit. Hanya dengan jarak tempuh sekitar 10 menit dengan kendaraan dari Jalan Raya Bandung, kita sudah sampai ke Pesantren Al Musri Miftahul Huda.
Pesantren ini didirikan 48 tahun yang lalu, yaitu pada tahun 1959 oleh KH. Ahmad Faqih bin Quardi di atas tanah wakaf keluarga beliau. Pesantren ini kemudian diturunkan kepada ahli waris nya hingga saat ini bersada di bawah pengasuhan KH. Mama Ali Murtadlo, dengan KH. Syaiful Uyun sebagai ketua dewan pengasuh. Bermula dari jumlah santri sekitar 40-50 orang yang ditampung dalam 10 kobong (kamar) yang terbuat dari kayu untuk santri putra dan 2-3 kamar untuk santri puteri. Barulah atas swadaya masyarakat dan dana pribadi pendiri, pesantren diperluas. Nama Al Musri baru ada kemudian, sebelumnya nama pesantren hanya Miftahul Huda saja. Nama Al Musri ditambahkan seiring dengan perubahan sistem pembelajaran di pesantren.
Mengingat pengalaman sesepuh pesantren yang harus menempuh 10-12 tahun di pesantren untuk dapat menguasai kitab-kitab kuning yang diajarkan di pesantren. Dari situlah pendiri mulai memikirkan metode cepat untuk belajar di pesantren. Akhirnya hanya dengan sekitar 6 tahun santri sudah dinyatakan lulus dari pesantren. Hal ini dilakukan dengan mengambil materi-materi yang prinsipil saja. Seperti untuk belajar lughot, maka yang dipelajari hanya kitab jurumiyah dan alfiyah saja, yang lain nya tidak. Begitu pula dengan ilmu-ilmu lain, seperti fiqh dan tauhid. Untuk itu pesantren menerapkan system modern dengan tingkatan-tingkatan kelas. Tingkatan ini terdiri dari ibtidaiyah, tsanawiyah dan aliyah. Tingkat Ibidaiyah dapat ditempuh dengan dua semester, sedangkan tsanawiyah dan aliyah ditempuh dengan masing-masing 3 semester. Sehingga lama pendidikan di pesantren adalah lima tahun setengah. Tingkatan-tingkatan tersebut tidak ditentukan oleh usia, tapi oleh kemampuan santri. Bila dinyatakan mampu, santri sudah bias langsung masuk ke tingkat yang lebih tinggi. Untuk santri yang belum bias membaca Al Qur’an dan sholat, maka ia harus duduk di tingkat I’dadi yang berada di bawah ibtida’iyah. Santri-santri yang masuk ke pesantren ini pun tidak dibatasi oleh usia. Sehingga adapula santri-santri yang sebetulnya sudah lulus SLTP atau SLTA bahkan kuliah, baru kemudian nyantri di Al Musri.
Kegiatan belajar kitab kuning di pesantren diakui oleh para santri sangatlah padat. Bahkan diwaktu senggang para santri menggunakannya untuk menghafal beberapa kitab yang wajib dihafal. Setelah lulus, santri masih harus mengabdi selama satu tahun. Masa pengabdian santri diisi dengan kegiatan mengajar baik di dalam maupun di luar pesantren. Untuk di dalam pesantren, santri-santri senior ini mengajar santri junior dan juga mengajar di TK, TPA dan Madrasah Diniyah yang dimiliki pesantren. Di luar pesantren, santri-santri diutus untuk mengajar di pengajian dan majelis ta’lim. Saat ini kegiatan tersebut sudah dilakukan di empat desa sekitar pesantren yang terdiri dari sekitar 50 majelis ta’lim.
Selain kegiatan belajar kitab kuning, pesantren juga telah bekerjasama dengan Depag dan Diknas untuk menyelenggarakan program pendidikan kesetaraan, Wajardikdas, Paket B dan Paket C. Program ini sudah dimulai sejak tahun 2002. Diawali dengan program Depag, baru kemudian program Diknas satu tahun kemudian. Yang berbeda dari program yang selenggarakan oleh dua departemen ini adalah perbedaan usia. Program yang diselenggarakan Depag tidak membatasi usia siswa. Sehingga meski program ini seharusnya hanya diperuntukan oleh santri yang mukim, pada prakteknya banyak warga sekitar pesantren yang mengikuti kegiatan ini. Hingga saat ini (saat berita ini diterbitkan pada tahun 2008 lalu), pesantren sudah menyelenggarakan tiga kali ujian dengan meluluskan sekitar 100 orang. Dengan adanya program ini diharapkan para santri akan memiliki iajazah yang dapat digunakan untuk melanjutkan kuliah.
Selain program tersebut di atas, pesantren telah menyiapkan santri dengan pendidikan keterampilan yaitu agribisnis. Sehingga diharapkan santri siap terjun di masyarakat dengan bekal ilmu agama dan juga keterampilan. Program agribisnis di pesantren juga menjadi program unggulan. Pesantren saat ini sudah mememiliki unit-unit agribisnis yang terdiri dari pertanian padi (dengan varietas unggulan seperti IR 65, Ciherang, Pandan Wangi, dan Ketan) dan Palawija (Kangkung darat/air, Cabai dan okra), Perikanan (Ikan Nila Gift, Gurami, Lele, Mas), Peternakan (Domba/ Kambing, Bebek). Untuk saat ini, pendidikan keterampilan agribisnis masih diperuntukan untuk santri laki-laki, karena santri laki-laki dan perempuan tidak diperkenankan untuk bercampur. Untuk santri perempuan, keterampilan yang diajarkan adalah keterampilan menjahit dan tata boga. Akan tetapi pada pelaksanaannya, hambatan yang dihadapi adalah tempat. Pesantren sudah memiliki 5 unit mesin jahit dan 1 mesin obras (data tahun 2008, red). Akan tetapi belum ada tempat yang memadai untuk memaksimalkan program ini. Kegiatan jahit-menjahit masih dilaksanakan di rumah-rumah pengasuh pesantren. Sedangkan untuk mesin obras, pesantren mempercayakannya pada pesantren lain yang merupakan pesantren yang diasuh oleh alumni Al Musri, untuk menggunakan mesin tersebut.
Selain unit usaha agribisnis, pesantren memiliki Koperasi Pesantren yang melayani simpan pinjam. Kopontren ini selain digunakan untuk memasarkan produk pertanian yang dihasilkan oleh pesantren juga melayani simpan pinjam, yang juga diperuntukan bagi masyarakat, termasuk diantaranya kredit perumahan.
Mengenai fasilitas pesantren, pengasuh pesantren merasa bahwa fasilitas yang dimiliki sekarang belumlah cukup memadai. Dengan santri yang berjumlah 600 santri (data per tahun 2008), pesantren hanya mampu menyediakan 60 kamar. Sehingga satu kamar dihuni oleh 10 orang santri. Santri-santri tersebut menempati kamar berukuran sekitar 2 x 3 meter dan tidak mendapatkan tempat tidur. Santri tidur di bawah dengan tikar atau karpet. Untuk kegiatan belajar mengajar, santri belajar di ruangan-ruangan tanpa kursi, termasuk di masjid. Karena itu pesantren pernah mendapat bantuan dari Depag untuk membangun gedung Wajardikdas yang digunakan untuk kegiatan belajar santri. Saat ini pesantren sedang membangun gedung untuk agribisnis.
Untuk fasilitas ICT, pesantren saat ini sudah memiliki 5 unit computer yang tersebar dibeberapa tempat, seperti rumah kiyai, kantor sekertariat pesantren dan kantor sekertariat keputrian. Selain untuk mengurus administrasi pesantren, computer-komputer ini juga digunakan untuk belajar santri. Selain itu pesantren sudah memiliki telepon yang terdapat di rumah-rumah pengasuh pesantren. pesantren merasa bahwa fasilitas yang dimiliki saat ini masih kurang baik yang mendukung kegiatan belajar maupun fasilitas yang pendukung kenyamanan tinggal santri.
Dalam hubungan dengan pihak eksternal pesantren, pesantren Al Musri menjalin hubungan baik dengan birokrasi maupun dengan masyarakat setempat. Hubungan dengan pemerintah terjalin dengan kerjasama-kerjasama baik di bidang pendidikan maupun pengelolaan agribisnis. Hingga saat ini pesantren sudah menjalin kerjasama dengan Departemen Agama dan Departemen Pendidikan Nasional dalam penyelenggaraan pendidikan kesetaraan dan dengan Departemen Koperasi dan Usaha Kecil Menengah dalam pengelolaan Koperasi Pesantren dan Agribisnis.
Dalam hal politik, elit pesantren sangat kental dengan ke- Nahdlatul Ulama-annya. Sehingga kiyai berafiliasi pada Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Akan tetapi hal ini tidak menjadikan pesantren secara kelembagaan menjadi “pesantren PKB”. Pesantren membebaskan santrinya untuk berafiliasi pada partai politik manapun, termasuk pada masa pemilihan kepala daerah. Diakui oleh pengasuh, ketika zaman orde baru, pesantren agak riskan ketika ada pejabat yang menawarkan bantuan ke pesantren, karena ujung-ujungnya akan mewajibkan pesantren memilih partai politik tertentu.
Kerjasama dengan Kandepag
Dari penelitian yang dilakukan, beberapa pesantren yang dikunjungi yang menyelenggarakan PKBM pada umumnya lebih menginduk ke Diknas dari pada ke Depag. Meski di pesantren Al Musri, kerjasama dengan Depag lebih dulu dilakukan dalam penyelenggaraan Wajardikdas, akan tetapi pada prakteknya yang lebih aktif pada tahap operasional adalah Diknas. Untuk Depag, penyelenggaraan Wajardikdas penekanannya lebih pada saat ujian, dan para siswa belajar mandiri tanpa tatap muka rutin dan intens dengan tutor. Depag memberikan modul untuk dipelajari sendiri oleh siswa warga belajar. Kerjasama yang dilakukan oleh pesantren selain Wajardikdas adalah juga Paket C. Hanya saja untuk paket C ini, Depag hanya mengeluarkan izin operasionalnya saja. Sedangkan untuk pelaksanaannya diserahkan kepada Diknas.
Kerjasama dengan Kantor Dinas Pendidikan Nasional dan Jardiknas
Dari pengamatan yang dilakukan, di kabupaten Cianjur tampak bahwa program pendidikan kesetaraan yang diselenggarakan oleh Diknas tampak terkelola dengan baik. Dari dua pesantren dengan PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) yang peneliti kunjungi, terlihat bahwa program Paket B dan C dikelola secara baik oleh personil dari staff Diknas bekerjasama dengan pesantren. Di pesantren al Istiqlal Sukaluyu misalnya, kegiatan PKBM yang diselenggarakan Diknas di pesantren telah menampakan hasil. Dengan adanya pelatihan menjahit dan beberapa unit mesin jahit yang disumbang oleh Diknas, pesantren telah mampu mendirikan usaha konveksi dan sudah berproduksi. Begitu pula dengan keterampilan pertanian dan peternakan. Hingga saat ini di Pesantren Al Istiqlal pendidikan life skills yang sudah dan sedang berjalan adalah pendidikan computer, keterampilan menjahit, meubel, perbengkelan, pertanian, peternakan dan tata rias rambut dan tata boga. Untuk Pesantren Miftahul Huda Al Musri pendidikan life skills lebih difokuskan pada pertanian, peternakan dan perikanan yang memang potensi utama pesantren. Hal ini juga didukung oleh ketersediaan lahan yang dimiliki oleh pesantren. Selain itu, pesantren bercita-cita untuk menjadikan dirinya sebagai tolok ukur bagi pengembangan teknologi pertanian. Mengingat bahwa masyarakat Cianjur adalah masyarakat agraris, begitu pula santri yang mayoritas berasal dari pedesaan. Kasubdin PLSPOBUD (Kepala Sub Dinas Pendidikan Luar Sekolah Pemuda Olah Raga dan Budaya) Kabupaten Cianjur, Bapak Drs. Himam Haris, MPd. menegaskan bahwa pendidikan kesetaraan yang diselenggarakan di pesantren berbasis pada pendidikan keterampilan. Untuk mempersiapkan santri untuk menjadi produktif saat mereka berada di tengah-tengah masyarakat.
Hal lain yang menunjukan keseriusan penyelenggaraan program Paket B dan C Diknas adalah kegiatan belajar mengajar yang secara rutin dilaksanakan setiap hari kamis dan jum’at setiap minggunya. Termasuk kunjungan penanggung jawab lapangan setiap hari belajar. Dalam penyelenggaraan program ini tenaga pengajar selain berasal dari personil Diknas juga melibatkan santri senior sebagai tutor. Tenaga pengajar yang berasal dari Diknas seluruhnya telah menyandang gelar sarjana.
Memberikan penawaran kepada pesantren untuk menyelenggarakan program pendidikan kesetaraan bukanlah sesuatu yang mudah. Ada kecenderungan awal bahwa pesantren salafiyah di Cianjur resistant terhadap ide-ide baru termasuk pada pendidikan kesetaraan. Oleh karena itu, untuk memulainya, Diknas menggunakan strategi tertentu untuk dapat diterima. Hal yang dilakukan pada awal penawaran program adalah menawarkan program peternakan. Program ini agaknya mudah diterima. Baru kemudian Diknas menjelaskan pentingnya pendidikan. Barulah kemudian program-program yang ditawarkan oleh Diknas mudah untuk diterima di pesantren.
sumber: http://almusri.blogspot.co.id/2008/03/kehidupan-pesantren-al-musri.html